Letusan Gunung Sinabung membuat fenomena lama ‘dilirik’ kembali. Warga sekitar perlahan mulai kembali menggelar ritual leluhur yang sudah lama diabaikan.Ritual tolak bala pasca letusan Sinabung, pertama kali digelar di Desa Sukanalu Teran dan Kuta Rayat. Ritual itu disebut Buah Pajuh Kuta dan digelar pada Selasa (14/9) didaur ulang dalam sebuah upacara di lokasi keramat Ulu Tapin, yakni di atas kamar mandi umum Desa Kuta Rakyat, dahulu bernama Desa Toraja Berneh, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo.
Tradisi ritual tolak bala yang acap mulai terlupakan itu, digelar karena banyak warga desa di radius 6 Km dari Gunung Sinabung itu dirasuki mimpi aneh saat tidur di tengah ancaman letusan dari puncak tertinggi di Sumut itu.Anehnya, mimpi sejumlah warga itu sama, yakni semacam pesan yang menyuruh mereka segera menyiapkan aneka uborampe alias sesaji guna dipersembahkan kepada penguasa gaib gunung yang ‘terbatuk-batuk’ sejak Jumat (27/8) lalu. Selain guna menghentikan kemarahan Sinabung, tafsir dari mimpi massal itulah yang melatari digelarnya ritual Buah Pajuh Kuta.
Begitulah. Warga pun bahu membahu menyiapkan uborampe, berupa sirih, kapur, gambir, kemenyan, bara api, janur, bambu dan pohon pisang. Semua uborampe itu disatukan dalam Anjab atau tempat persembahan. Ritual pun dimulai. Sejumlah tokoh atau tetua desa, seperti Ngoge Sitepu, Aja Sitepu, Gungun Sitepu dan Randal Tarigan selaku anak beru kuta, didaulat memimpin ritual yang dikelilingi ratusan warga itu.
Dan, dari sudut timur Ulu Tapin, lamat-lamat terdengarlah alunan musik dari organ tunggal yang dimainkan guna mengiringi gerak langkah para warga dalam prosesi ritual ini.
Nah, Jumat (17/9) lalu, sebuah ritual juga digelar tokoh adat dan masayrakat Desa Guru Kinayan, Kecamatan Payung, Karo. Ritual digelar untuk memberikan persembahan kepada penunggu Sinabung sekaligus pembersihan kampung dari bahaya.Dalam ritual kali ini puluhan orang penduduk desa menyiapkan daun sirih, jeruk dan rokok yang diletakkan di bawah pohon di pancuran desa.
Setelah memberikan bahan bahan persembahan warga langsung menuju jambur desa untuk melakukan acara puncak atau memanggil roh leluhur. Adegan menari seakan bersatu dengan iringan musik khas Karo dari dalam tape kecil yang diletakkan di jambur desa semakin memistiskan kegiatan ritual itu. Aroma aroma magis sangat terasa merasuki warga yang terlibat.Bahkan empat orang penduduk yang berfungsi sebagai mediator komunikasi dengan roh para leluhur kemudian kerasukan leluhur penunggu kampung. Mereka bahkan mengaku roh penunggu kampung dan Gunung Sinabung dan dipanggil Nini Lau Penawar dan Nini Lau Galuh Beru Karo, yang diyakini merupakan beberapa di antara penunggu Gunung Sinabung.
Saat itu, tanpa dikomando, warga yang hadir sontak berucap minta tolong kepada arwah penunggu tadi. Mereka berharap agar terhindar dari bahaya letusan Gunung Sinabung. Raut raut polos dan jujur penduduk pun direspon Nini Penawar dari dunia mistis. Katanya apa yang dimintakan itu dapat direalisasi jika warga secara ikhlas memberikan kambing putih serta seekor lembu.
Jika itu dapat disepakati, warga harus melepas kedua hewan tadi di kaki Gunung, dan mudah mudahan harapan akan keselamatan yang diminta masyarakat dapat terwujud. Tradisi itu memang sudah lama dilupakan warga. Itu diakui Kepala Desa Guru Kinayan, Arifin Sembiring.(jpnn, posmetrobatam)gambar : www.travelpod.com/
2 comments:
(Maaf) izin mengamankan PERTAMAX dulu. Boleh, kan?!
Masyarakat kita selalu suka mengaitkan segala sesuatu dengan dunia mistik tetapi sering kali malah lupa pada Sang Maha Pencipta
Tuhan sudah mengatur semuanya.
Tapi adakah alat ciptaan manusia, yang bisa mendeteksi dini kejadian-kejadian alam yang sering terjadi belakangan ini.
Post a Comment